Pages

Saturday, December 17, 2016

Mari kita tidak menulis apa pun. Demi kebahagiaan semua umat manusia.

Sunday, November 13, 2016

Terngiang (Lagi)

Lagi, malam ini, ada kata-kata dia di masa lalu yang kembali terngiang.

"Kamu, Put, selalu aja terlalu mikirin orang lain. Padahal, belum tentu orang itu mikirin kamu banget seperti kamu ke mereka."

Damn.

Kejadian lagi. Dan lagi. Dan selalu.

Bahkan ketika minggu-minggu ini terlalu berat untuk dilalui karena banyak hal. Banyak hal yang justru, kesimpulannya adalah ...

"Kamu selalu perhatian pada banyak orang. Tapi kamu tidak pernah perhatian pada dirimu sendiri. Dirimu sendiri luput dari pikiranmu. Yang kamu harus tahu, itu justru menyakiti segala pihak yang kamu cap paling berharga. Semuanya."

Tolong. Tolong. Tolong.

Saturday, November 12, 2016

Sedih (2)

Salah satu akibat dari memanjakan kesedihan baru adalah munculnya ingatan sedih yang tlah lampau.

Kata-kata.

Ada untaian kalimat yang melukai hati. Atau kalimat yang bijak namun sang pelontarnya yang meremukkan hati. Atau kombinasi semuanya.

Kenapa kesedihan susah musnah?
Kalau ada alat atau apa pun yang bisa memodifikasi ingatan, semua yang membuat hati terkoyak akan kutarik keluar, hilangkan sampai tak berbekas. Kemudian akan mengisi atau mengganti kekosongan itu dengan kebahagiaan. Kesenangan. Kegembiraan.

Itu saja masih harus disematkan kata "mungkin akan" di depan bahagia, senang, gembira.

Masih mungkin.

Sedih

Lagi dalam keadaan sedih. Semakin sedih ketika ingatan yang tak menyenangkan ikut menyeruak. Tambah sedih memikirkan berbagai kemungkinan di masa depan.

Butuh lengan yang siap mendekap hangat.
Atau punggung kokoh yang siap menjadi tameng.
Atau bahu untuk menyandarkan kepala yang berat.

Kalau semuanya tak mungkin, tak masalah. Barangkali bisa menyiapkan telinga untuk mendengar. Mata untuk menyimak.

Kalau pun masih tetap tak mungkin ....

Makanya aku tak meminta hati, untuk segalanya.

Friday, November 11, 2016

Berbicara Mengenai Bahagia

Kita takkan bisa membuat semua pihak merasa puas dan bahagia dengan apapun keputusan kita. Pun cinta. Apalagi cinta.

Dua orang yang saling mencintai bersatu, bukan berarti seluruh manusia di jagat raya ini ikut berbahagia bersama mereka. Ada juga yang sedih, diam-diam atau bahkan terang-terangan terluka. Maka, demi kebahagiaan diri sendiri, butakan mata terhadap semua yang luka tersebut. Sikap yang bisa jadi menorehkan luka yang lebih dalam lagi.

Tak masalah.

Tapi ....

Lakukan dengan benar.

***

Tiba-tiba gak berminat melanjutkan tulisan ini. Biar saja.

Bicara tentang Hati yang Sakit

Akhir-akhir ini, hati lagi gak aman. Tanpa alasan yang jelas. Atau ketidakjelasan alasan itu sebenarnya terlalu jelas untuk menjadi sebuah alasan. Entahlah.

Ada beberapa lagu yang ketika didengar, hati langsung 'nyess'.
Ada beberapa nama yang ketika tiba-tiba disuarakan, hati langsung 'nyess'.
Juga ingatan yang tetiba datang walau pudar, hati langsung 'nyess'.
Jumpalitan. Mencelos. Sakit. Sesak.

Aku gak mau terjebak selalu dalam masalalu yang menyakitkan. Ingatan yang menyedihkan. Maka, selalu kubilang bahwa 'ya, semua telah termaafkan'.

Yang bukan berarti terlupakan, itu masalahnya.

Karena sakitnya tetap terasa. Ilfeel, hilang rasa yang bukan berarti lepas peduli sama sekali. Buruknya di sini.

Oke, ini terlalu random. Terlalu tidak jelas.

Hei, hati. Kamu sakit, tapi kamu selalu membuat koneksi dengan segala sumber kesakitanmu itu. Apa sih maumu?

Tuesday, September 20, 2016

Si Gadis Kalong (1)

Sesungguhnya, terlalu banyak orang yang terheran-heran dengan jam melekku. Aku selalu terjaga di pagi, siang, sore, malam, tengah malam. Seakan tidak pernah tidur.

Well...

Aku memang bukan seseorang dengan jam tidur yang teratur, seperti kebanyakan lain. Normalnya orang bangun jam 5 pagi dan tidur jam 10 malam. Aku?

Bisa jadi, jam 5 pagi baru tertidur.
Bisa jadi, jam 10 malam mataku masih segar.
Bisa jadi, dari sebelum jam 10 malam sampai setelah jam 5 pagi aku masih terjaga.
Bisa jadi, aku tidur dan bangun di jam normal.

Ya, semuanya mungkin terjadi padaku. Katakanlah, kondisi ini sudah berlangsung sejak lama. Mmm... SMP? SMA?

Saat SMP, ketika sedang aktif-aktifnya menulis novel perdana—yang masih saja mengendap di folder laptop walau sudah selesai ditulis—aku sering begadang untuk mengetiknya. Bangun di jam normal, sekolah dan melakukan aktivitas lain seperti biasa.

Ketika SMA dan memiliki pacar seorang tukang begadang, sama sepertiku (dan diperparah dengan murahnya tarif teleponan setelah tengah malam—resiko LDR) jam tidurku jadi lebih pagi lagi. Namun tetap bisa bangun di jam normal, sekolah tanpa ngantuk—kecuali karena materi yang membosankan dari guru yang mengajar—dan aktivitas lain dengan normal.

Puncaknya mungkin saat kuliah. Merantau, hidup sendiri, menenggelamkan diri dalam kesibukan organisasi ini-itu dan tugas ini-itu, dimulailah susah tidur akut ini. Bisa 4 hari berturut-turut melek tanpa tidur. Normalnya sehari semalam. Bisa tidur seharian.

Dan, walau dengan pola tidur seperti itu, aku jarang sakit—kecuali tahun 2016 ini yang penuh dengan batuk-pilek-demam-batuk-pilek-demam silih berganti. Dan aku bangga dengan daya tahan tubuh yang kuat ini. Cowok, cewek, jarang sekali ada yang bisa menandingiku di bidang begadang dan tetap segar.

Banyak teman yang memerhatikan dan protes, bertanya-tanya, bahkan mengomeliku untuk melek dan tidur di waktu yang normal. Aku juga mau, kok. Aku sering mengusahakannya. Banyak juga hari yang kulewati dengan jam tidur normal.

Tapi, rasanya akan sangat aneh. Entah kenapa.

Mungkin, aku dan malam sunyi telah menjadi sahabat karib. Dia setia menemani aku yang terjaga. Tanpa protes, tanpa tanya. Diam saja. Dan aku suka.

Walau itu berarti sepi. Meski suara laptop atau TV menemani, tetap saja terasa sepi.

Nggak masalah.... sepertinya.

Monday, June 13, 2016

Teman.
Mau kamu jauh atau dekat jaraknya dariku
Mau pertemuan kita baru saja atau sudah lama berlalu
Mau kita pembicaraan sering atau jarang bersedu-syahdu
Kamu harus tau. Kamu harus selalu tau.
Ketika kamu merasa dunia telalu jauh dan mengabur,
Hingga kamu lelah dan ingin tersedu
Kamu mencari seseorang untuk mengadu
Ada aku.
Aku di sini. Menunggu.
Karena aku bukan tipe yang akan menghampiri duluan.
Karena aku tak ingin salah mengambil tindakan.
Karena aku takut kehilangan.
Baiknya kamu yang datang duluan.
Kamu datang, ceritakan segalanya, kita cari solusinya bersama.
Kapan pun kau butuhkan, aku ada.
Terima kasih kepada majunya teknologi, aku akan selalu ada.
Selalu.
Jadi, bicaralah.
Jangan pernah kaupendam sendiri.
Tak usah ragu ataupun menarik diri.
Janji ya, teman.
Mari kita saling menguatkan.

Tolong, Dong!

Well, saya curhat sama seseorang bukan untuk difrontalin dimana-mana. Ketika saya memulai duluan untuk membahas itu di ruang publik, silakan berbalas sapa menggunakan itu. Jika tidak, berarti apa pun yang saya curhatkan bukanlah untuk konsumsi publik. Atau sindiran di publik. Atau apa pun yang berhubungan dengan publik. Cobalah untuk sedikit peka. Apalagi untuk yang tahu kondisinya seperti apa. Saya nggak mau ada masalah. Kalaupun itu menjadi masalah, cukup saya yang membuatnya menjadi masalah sehingga saya ceritakan ke Anda secara pribadi. Tidak untuk dikode garis keras dimana-mana yang bisa memicu timbulnya masalah baru yang lebih nyata. Itu saja.

Saturday, June 11, 2016

Jangan Kamu Jatuh Terlalu Cinta Seperti Ini

Demi kebaikan hatimu sendiri, jangan jatuh terlalu cinta secepat ini
Kau masih belum sepenuhnya menelusuri, jalan dihatinya yang terlalu berliku begini
Demi kebahagiaan dirimu sendiri, jangan jatuh terlalu cinta sesimpel ini
Nanti jika tergores luka tak terperi, bagaimana kau akan bertahan melewati semua sakit ini?
Janganlah kau jatuh terlalu cinta
Karena aku tahu jatuhnya justru membawa derita

Friday, June 10, 2016

Pertama Kali Beli Novel dengan Latar Korea!

Jadi, tadi buka puasa bareng Tina dan Novella. Lumayan, ditraktir Tina yang habis ulang tahun. Setelahnya, mampir ke Gramedia. Mereka berdua entah kemana, aku langsung ngeloyor ke bagian novel. Mondar-mandir, muter-muter, pindai kanan-kiri-atas-bawah-nyelip-nyungsep. Beberapa kali mata menangkap seri koreannya Grasindo. Mencoba tidak menggubris, walau banyak alumni Kampus Fiksi yang karya koreaannya terbit di Grasindo dalam rangka lomba PSA. Entahlah. Rasanya masih belum mau rela aja.

Thursday, June 9, 2016

Badboy Fiktif vs Nyata

Tadi di grup rame ngomongin penerbit, naskah ini-itu, nyari jodoh buat naskah, info lomba nulis. Hmm. Baper deh. Mupeng deh. Karena di sana udah banyak banget yang bukunya udah mejeng di toko buku: dari yang baru satu sampe yang belasan. Ada semua. Aku kapan? *menatap nanar layar laptop*

Waktu ngomongin lomba nulis, rame banget. Ngomongin badboy. Kriteria badboy yang baik dan benar itu seperti apa. Ada yang mengacu ke tokoh novel remaja, sampe ke tokoh utama drama korea. Dan ujung-ujungnya bahas drama korea. Baper deh. Mupeng deh. Bikin pengen nonton lagi semua yang dibahas tadi.

Semangat Review Buku!

Niatnya sih udah lama muncul, cuma kepikiran untuk diseriusinnya baru semingguan terakhir ini.

Dipicu dan dipacu oleh tantangan membaca dua buku dalam seminggu di gru whatsapp Kampus Fiksi—yang mana syarat atau penanda kalo bukunya udah selesai dibaca adalah dengan bikin review di goodreads. Bikin review!

Sunday, June 5, 2016

Hati Hampa, Selamat Puasa!

Hari ini judulnya lagi kosong. Hampa. Nggak tau kenapa.
Besok (sepertinya) puasa. Nanti malam (sepertinya) tarawih pertama. Sahur pertama.
Sejak Syawal tahun lalu, seperti ada gencatan senjata yang blur. Seperti ada hal baru yang datang, namun tak lama kemudian... kabur. Byur. Hilang. Layu sebelum berkembang.
Mereka yang pernah singgah sampai mengetuk hati hanya sedikit, tapi selalu berputar-putar. Pengalaman baru kemarin malah bikin makin nggak peduli.
Sudahlah, Put. Selesai. Terserah jadinya bakal gimana. Kalo ada yang datang, monggo. Kalo ada yang peduli, yaudah rapopo. Tapi hanya sebatas itu. Cuek aja. Daripada menanam dan memupuk tapi gagal panen lagi. 
Pesimis? Iya.
Makanya hampa.
Tapi, yaudahlah yaa.
Selamat puasa :)

Saturday, June 4, 2016

Yang Mistis, Yang Horor, Yang Susah Tidur

Berbicara tentang yang mistis-mistis dan yang horor-horor selalu sukses untuk bikin tidur gelisah. Berkali-kali kebayang. Berkali-kali deg-degan tanpa sebab. Berkali-kebangun dan jantung berdegup kencang. Sebuah ritme yang selalu dirasakan setelah melakukan percakapan tentang hal itu, dengan siapa pun.

Jadi, jumat malamku dihabiskan bersama seorang teman yang kukenal saat sekolah di smala. Namanya Diba. Sedang menempuh koas—kedokteran hewan IPB. Keren, yaa! Dia menginap di kosanku malam ini.

Friday, June 3, 2016

Seperempat Abad Bersama; Mengukir Rona Bahagia

Bapak dan Ibu sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama dua puluh lima tahun. Seperempat abad.

Agustus tahun depan, giliran usiaku yang menginjak seperempat abad.

Dua puluh lima tahun yang panjang. Dua puluh lima tahun yang penuh gejolak. Utamanya dari aku, sebagai yang pertama.

Wednesday, June 1, 2016

Bulan baru. Pertengahan tahun. Kuota penuh. Dirombaklah ini tampilan blog-ku. *rima maksa*

Lagi suka banget sama warna yang dominan ini. Warna apa, sih? Merah salmon? Pink salmon? Yah pokoknya warna salmon. Adem gitu, deh.

Dan jadi pengen sushi.

Sunday, May 29, 2016

Rasanya Seperti Rumah

Definisi teman, please? Definisi sahabat? Beda keduanya?

Definisi genk? Clique? Grup? Komunitas? Beda semuanya?

Saturday, May 28, 2016

Cinta Pertama, Setelah Belasan Tahun Lamanya

Sahabat regional Sumatera curcol—sekilas tapi beberapa kali—tentang cinta pertama. Betapa cinta pertama susah dilupakan. Atau bahkan, takkan pernah bisa luput dari ingatan. Dia akan selamanya ada di satu sudut hati. Diam, tersembunyi, namun tak mati.

Aku setuju.

Silakan Nilai Sendiri

Di sela-sela nonton dan ngemil, tangan terulur menjangkau hape untuk melihat pengumuman penerimaan murid baru SMA yang dituju adik bungsu. Ternyata dia keterima. Alhamdulillah. Berarti, Rahmat mendaftar di empat sekolah. Satu gagal, tiga lolos. Yang diambil yang pengumumannya baru keluar hari ini: SMA Fajar Harapan, Banda Aceh.

Lantas pikiran melayang ke masa lalu. Masa ketika sedang mencari SMA. Daftar ke Taruna Nusantara, tapi nggak jodoh.

Prinsip yang Sempat Terlupakan "Redaksional"nya

Seharian ini judulnya nonton ulang Grey's Anatomy, baru season 1. Ngeliat Meredith Grey dkk dari jaman mereka masih intern yang disuruh segala macem, ngeliat Derek Shepherd yang masih muda dan tampan. Serta rencana untuk menghabiskan malam minggu dengan membaca dua novel: Partitur Dua Musim dan Matryoshka. Trus lanjut ngedit dan tambel naskah—rencananya.

Banyak pikiran yang melintas, tentang ini dan itu. Salah satunya tentang prinsip yang sempat dilupakan "redaksional"nya, namun tanpa disadari tetap dijalani dalam kesehariannya.

Monday, May 23, 2016

Kenapa Bisa Suka?

Hari ini ke Gramedia Merdeka. Entah kenapa kaki langsung menuju bagian sastra duluan dan bukannya naik ke lantai khusus novel. Akhir-akhir ini lagi suka banget sama puisi, menikmati baca puisi, dan masih tetap payah dalam menulis puisi, hiks. Dari sastra, mampir ke customer service buat cek poin. Ah, udah bisa tukar voucher belanja! Lumayan, bisa beli satu buku tanpa keluar duit hohohoo. Trus makan. Trus baru balik ke kosan dan membongkar buku yang dibeli.

Ritualnya:
1. Meraba buku baik-baik, mengagumi setiap lekuknya. Membaca ulang blurbnya. Berulang-ulang,

Sunday, May 22, 2016

Pernah Nggak, Sih?

Pernah nggak sih, kalian punya perasaan menyesal setelah melakukan sesuatu yang kalian sukai?

Merutuki diri sendiri akan hasilnya. Merasa tidak puas. Merasa bahwa apa yang kalian kerjakan adalah sampah. Padahal selama ini, kalian selalu menyukainya. Begitu memujanya. Hobi. Kesayangan. Tapi selalu dikutuksumpahi setelah selesai dilakukan. Tanpa benar-benar tahu alasannya. Mungkin karena tidak puas dengan hasilnya. Atau mungkin karena lingkungan. Atau... entahlah.

Pernah nggak sih?

Kalau aku, pernah. Bahkan sedang merasakannya.

Friday, May 20, 2016

Dongeng Sebelum Tidur

Akhir-akhir ini, indonesia dihebohkan dengan begitu banyak topik. Ya perkosaan, ya masalah partai, ya terorisme, ya kiri-kiri. Rame, deh.

Semua pemberitaan itu—yang sengaja tidak kuikuti untuk melindungi otak dari pikiran-pikiran negatif—entah bagaimana caranya, tiba-tiba saja bikin teringat sama orang yang suka banget dengan topik ini. Apalagi masalah kiri-kanan.

Jujur, Polos, Sederhana dan Apa Adanya

"Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Jika ada seorang telanjur menyentuh inti jantungmu, mereka yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan."

Aan Mansyur - Pukul 4 Pagi dalam "Tidak Ada New York Hari Ini"

Thursday, May 19, 2016

Sepotong Kisah yang (Baiknya) Disembunyikan

Ruang keluarga rumahku di malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, diramaikan oleh suara dari televisi yang menayangkan sinetron kesukaan sulungku. Dasar, jiwa remaja. Matanya selalu membulat penuh fokus ketika artis favoritnya muncul. Aku sangsi anakku mengikuti jalan ceritanya—atau dia memekik karena sang artis dan jalan cerita klise itu? Entahlah.

Sementara putriku sibuk menonton, aku sibuk dengan ponsel pintar—mengecek jam terakhir suamiku melihat whatsapp. Suamiku sedang dinas ke luar kota dan baru pulang besok pagi dengan penerbangan pertama. Sekarang sudah hampir jam 10 malam dan sudah 2 jam suamiku tidak mengecek ponselnya.

Friday, April 15, 2016

Ada orang yang bisa dengan gamblangnya mengutarakan perasaan di media mana saja—utamanya di media sosial—dengan berani. Aku yang sekarang cukup sulit—bahkan sebenarnya "nggak bisa"—untuk melakukan hal tersebut. Yang contohnya berkaitan dengan melahirkan kode garis keras. Entah untuk menyindir, atau untuk memaki. Kode-kode negatif yang garis keras. Susah. Sulit.

Namun, aku yang dulu termasuk cukup sering melakukannya.

Saturday, April 2, 2016

Ilfil

Mungkin ini akibat dari "terlalu memaksakan diri menilai semua orang positif hanya dari kesan pertama tanpa observasi lebih lanjut" sehingga ketika melihat kelakuan orang tersebut yang tidak baik, shock nya luar biasa. Ilfilnya luar biasa. Nggak nyangka. Sama sekali tidak menyangka. Kasar. Jahat. Sadis. Tidak berperasaan.

Ilfil semakin menjadi pada yang itu, karena sebuah kesadaran yang menampar telak.

Friday, February 19, 2016

Drama Anak Manusia

"Tami tuh galak banget, sih!"
"Cemburuan parah!"
"Wah. Coba kalo Tami liat foto ini. Bisa ngamuk dia. Apalagi kalo foto kalian yang kayak foto prewed dimasukin!"
"Hahahaha!"
"Hahahahaha!"

***

Friday, February 12, 2016

Segelas Teh yang Merindu

(cr: nani )
 
Adakah resep untuk memiliki hatimu seutuhnya?
Lidahku kaku, tidak bisa melacak itu
Malam jadi sepi, meski langit jadi saksi
Tiada kamu di sini, mengisi relung di hati
Apalah daya segelas teh yang tak pernah bisa mendengar ceritamu, Sayang?
Gula yang ditambahkan ke dalamnya turut gagal menggoda bibirmu 'tuk membuka
Kabutmu kian pekat, serapat seduhan teh yang kian sepat
Mulut kita tak beraroma, serupa udara hampa
Aroma duka nestapa di dalam jiwa
Tak pernah tahu, kapan rasa menghianatiku
Tapi aku 'kan tetap melaju
Menemukan resep untuk mengecap hatimu

***

Monday, February 8, 2016

Gengsi, Pembelajaran dan Tanggung Jawab

Sudah berapa waktu terakhir, hati ini dirundung kalut. Peperangan terjadi tanpa henti.

Ada sesuatu bernama gengsi yang selalu menuntut untuk dimanjakan; dinomorsatukan; segala titahnya harus dipenuhi. Masalah pembelajaran dan tanggung jawab, itu urusan belakang.

Si gengsi ini memang egoisnya luar biasa hebat. Sialnya, selalu saja selama ini dia yang menang.

Tapi sudah tidak bisa. Gengsi harus ditundukkan.

Pembelajaran dan tanggung jawab mulai melakukan perlawanan hebat. Hati dan pikiran jungkir balik karena ulah mereka. Mood semakin tak menentu. Kalau kata grup vokal Tangga, "Mau marah, tapinya sama siapa?"

Peperangan ini masih terus berlanjut. Gengsi sepertinya akan menemui kekalahannya, walau tak secepat itu, dan tak segampang menghabiskan seporsi richeese firewings level 5.

Siap-siap saja menghadapi naik turunnya mood, entah sampai kapan.

Sunday, February 7, 2016

Selamat Tinggal, Cinta

Bukan masa lalu yang ingin kubicarakan di sini.
Bukan juga kenangan tentang kita yang semakin mengabur ditimpa kenangan baru.

Aku hanya ingin menjalani masa kini dan menyapa masa depan dengan keikhlasan.

Ikhlas yang datangnya tak hanya dari hatiku, tapi juga... kamu.

***