Pages

Friday, October 18, 2013

Tantanganku

Satusatunya ruang dimana kamu bisa melihat jauh ke dalam hatiku, walau dengan resiko diketahui oleh banyak orang adalah ini. Satusatunya orang bisa melihat aku dan kamu serta kejahatan hati kita bersama adalah ini. Disini.

Siapa yang bisa menyangka kamu setega itu?
Kebingungan ini, sungguh... Kebingungan yang tidak pada waktunya.
Ralat.
Sikapmu yang seperti ini justru sikap yang SANGAT bukan pada waktunya.
Kenapa tidak dari dulu saja kamu melakukannya?! Kenapa harus sekarang?! Di bulan ini, BULAN INI, setelah tiga tahun berselang... Kenapa?!?!

Ada beberapa kemungkinan yang sempat terpikirkan:
1. Kamu menarik perhatianku, berharap jika kamu melakukan ini, aku akan sesegera mungkin menghubungimu.
2. Kamu sengaja menghindar agar bisa mendamaikan hatimu sendiri.
3. Kamu sengaja menghilang untuk secara tidak langsung menyuruhku juga menghilangkanmu dari hatiku, yang kamu tau aku masih menyimpan berjuta harap disana.
4. Ada yang kamu sembunyikan. Entah apa.

Tapi bagaimana? Aku harus bagaimana? Bahkan semua kemungkinan itu tidak lantas membuatku tenang. Bahkan penegasanmu bertahuntahun yang lalu nggak lantas membuat hatiku yakin terhadap semua yang kamu katakan. Bahkan setelah semua kata-kata buruk, perlakuan tidak menyenangkan, dan lain sebagainya yang pernah kamu lakukan, hati ini masih memihakmu. Berbagai penyangkalan yang selama ini dilakukan sebagai usaha untuk mengenyahkanmu dari hati, ternyata nggak berhasil.

Benar. Bukannya aku tidak pernah berusaha mengusirmu dari hati. Berulang kali telah kulakukan. Namun, kamu selalu menemukan cara untuk kembali menyusup ke dalam sini. Entah lewat mimpi, atau saat berjejaring di dunia maya. Bahkan tanpa interaksi sama sekali denganmu pun, kamu berhasil membuatku gagal berpindah tempat. Berhasil membuatku diam di tempat. Pada akhirnya, aku hanya akan memandang ke arahmu, selalu ke arahmu.

Kamu sudah pernah mengetahuinya dengan jelas, karena di masalalu aku pernah mengungkapkannya berkali-kali. Secara gamblang.
"Aku akan bersikap sebagaimana kamu bersikap. Kalau kamu cuek, aku juga akan cuek. Kalau kamu lembut, aku juga akan melembut. Karna aku bersikap sebagaimana kamu bersikap."
 Selama tiga tahun ini, aku pernah beberapa kali melakukan hal yang sebaliknya. Aku pernah berusaha menyulam komunikasi baik denganmu, yang berakhir menyedihkan. Karna sepertinya kamu tetap dengan sikap gunung es yang selama ini kamu tunjukkan. Kamu akan tetap berdiri di puncak dengan angkuh. Matamu tak akan pernah tertoleh ke tempat dimana aku selalu menatapmu. Bahkan kamu menutup satu-satunya akses aku bisa melihatmu dengan jelas. Melihatmu lewat jendela lainnya tidaklah sejelas melihatmu melalui jendela utama.

Entahlah. Rasanya perlu untuk menegaskan kembali bahwa... Hati ini masih tetap hati yang sama dengan hati yang pernah membawamu keluar dari keterpurukan. Aku akan tetap penasaran setengah mati dengan sikapmu kali ini. Aku juga akan tetap bersikap sebagaimana kamu bersikap. Ya, kita akan selalu saling cuek. Kita akan selalu begini.

Sampai kamu yang memulai duluan.

Oh, ya... Tentu saja harus begitu. Karna aku telah memutuskan bahwa kali ini saatnya aku menunggu kamu datang. Apakah kabar baik atau kabar buruk, yang jelas kali ini harus kamu yang bertindak. Karena masaku untuk memulai segalanya duluan sudah usai, kamu tahu itu.

Oh, ya... Ini tantangan. Jika memang harus menegaskan segalanya, kemari. Ucapkan langsung di hadapanku. Di tempat dimana aku bisa langsung menatap kedua matamu, jemariku menyentuh kulitmu, hidungku menhirup aroma parfummu. Disini. Tepat di hadapanku. Kamu yang datang menghampiri, dan menegaskan segalanya.

Bagaimana?

Wednesday, October 2, 2013

Biar saja kita hanya begini. Tiap malam hanya saling tatap. Berharap akan sapaan, minimal salah tekan. Walau nyatanya tak pernah begitu.
Biar saja kita hanya begini. Berlama-lama menatap ke satu titik. Menahan napas menunggumu datang, menahan napas pula saat kamu pergi.
Biar saja aku begini. Berkhayalnya kamu melakukan hal yang sama serupa. Walau iya walau tidak, walau benar walau jelas hanya imajinasi.
Biar saja tetap begini...