Pages

Friday, February 19, 2016

Drama Anak Manusia

"Tami tuh galak banget, sih!"
"Cemburuan parah!"
"Wah. Coba kalo Tami liat foto ini. Bisa ngamuk dia. Apalagi kalo foto kalian yang kayak foto prewed dimasukin!"
"Hahahaha!"
"Hahahahaha!"

***

Di masa lalu, jaman masih labil-labilnya, ketika perasaan cinta sedang begitu tumpah ruah tak terkontrol, walaupun jarakku dan dia begitu jauh, tapi komentar seperti itu kerap datang dari teman-temannya. Padahal, bisa dihitung berapa kali aku berinteraksi dengan mereka--di telepon, itupun keroyokan. Entah bagaimana dia mencitrakanku di hadapan teman-temannya. Entah bagaimana caranya melindungi harga diriku di hadapan teman-temannya.

Walau, harus diakui, dulu aku memang tipe cemburuan parah.

Dulu, ketika emosiku masih begitu tak terkontrol. Dulu, sebelum begitu banyak pihak mengkonfrontasi emosiku yang labilnya gila-gilaan. Dulu, saat masih bersamanya.

Pernah ada seorang cewek--teman sekelasnya--yang selalu dia ceritakan, tiap waktu. Cewek populer di kelas mereka. Memang terkenal dekat dengan cowok, siapa saja. Termasuk dia. Seperti disihir, apapun yang cewek itu minta, dia selalu menyanggupi.

Datang langsung ke rumah cewek itu untuk memperbaiki komputer, meski tengah malam.
Menemani ke tempat mana, walau dadakan.
Dsb. Dsb.

Memang selalu dilaporkan kondisinya sedang kemana. Sama siapa. Tapi kadarnya terlalu gak sehat. Terlalu berlebihan.

Berlebihan, sampai selalu berdrama di sosmed. Drama sok mesra.

Kalau dikonfrontasi mengenai hal ini, kestabilan emosiku yang selalu diserangnya sebagai alasan utama. Hingga ujung-ujungnya, aku yang salah. Aku, dibuatnya merasa bersalah. Dan aku, meyakini bahwa aku yang salah.

Kalau diingat-ingat lagi, itu semua konyol.

***

Kenapa tiba-tiba berbicara tentang masa lalu, apalagi dengan topik seperti ini?

Karena, berapa tahun pun yang terlewat, pesan moralnya takkan pernah terlupa. Prinsipku yang sedikit dilunakkan, pada dasarnya tidak berubah.

Setidaknya, bagiku sendiri. Misalnya, aku punya banyak teman cowok. Dan aku sering berdrama cicicuit dengan mereka. Bisa dipastikan, mereka adalah makhluk jomblo, bukan yang sudah berpasangan. 

Kenapa? 

Karena ada hati yang harus dijaga.

Bukannya sebagai sesama perempuan kita tahu sama tahu, kalau hati perempuan itu begitu rapuh? Begitu gampang diserang rasa tidak aman? Jadi, apa salahnya jika kita "berdrama dengan orang yang tepat"--pengertian tepat, pada seseorang yang belum taken. Nanti suatu saat, bayangkan. Jika pasanganmu yang diajak berdrama dengan cewek lain, gimana perasaanmu?

Tegar? Bisa. Bisa diatur.

Tapi di awalnya, apa tidak terasa sakit?

Perasaan sakit itulah yang ingin kuhindari.

Maka. Berkaca dari itu, berkaca dari apa yang terjadi di masa lalu... itu pula salah satu alasanku untuk menjaga jarak. Menarik diri. Tak lagi menciptakan drama, meski resikonya juga sma besarnya dengan berdrama.

Aku sekarang orangnya bisa tahan. Mungkin, kalau harus berhadapan dengan situasi semacam tadi, aku hanya akan mencurahkannya di tempat yang tak terdeteksi oleh kamu dan teman-temanmu. Atau dipendam saja sendiri, gak dikonfrontasi.

Tapi, tetap saja sakit, jika sampai harus terjadi lagi hal yang seperti itu.

Ini mungkin pertama kalinya sejak sekian lama, hal ini akhirnya bisa diungkapkan secara gamblang.

Mohon dimengerti. Dari setiap sisinya, mohon dimengerti.

No comments: