Pages

Thursday, June 9, 2016

Badboy Fiktif vs Nyata

Tadi di grup rame ngomongin penerbit, naskah ini-itu, nyari jodoh buat naskah, info lomba nulis. Hmm. Baper deh. Mupeng deh. Karena di sana udah banyak banget yang bukunya udah mejeng di toko buku: dari yang baru satu sampe yang belasan. Ada semua. Aku kapan? *menatap nanar layar laptop*

Waktu ngomongin lomba nulis, rame banget. Ngomongin badboy. Kriteria badboy yang baik dan benar itu seperti apa. Ada yang mengacu ke tokoh novel remaja, sampe ke tokoh utama drama korea. Dan ujung-ujungnya bahas drama korea. Baper deh. Mupeng deh. Bikin pengen nonton lagi semua yang dibahas tadi.


Oke. Fokus. Tadi mau ngomongin badboy, bukan drama korea :')

Badboy di novel-novel—dan juga film drama—selalu sukses bikin jatuh cinta. Matahari Senja dari trilogi teenlit Jingga dan Senja, Bima di Still..., Dira di Dealova, Shin Se Gi di Kill Me Heal Me, Healer, dan buanyak lagi. Karakter cowok tengil yang urakan, usil, cuek sama banyak hal kecuali pada apa yang dia anggap "milik", menyimpan banyak rahasia untuk ditanggung sendiri, trauma kelam, sosok yang mencitrakan kuat padahal rapuh. 

Badboy di novel-novel—dan juga film drama—selalu sukses bikin jatuh cinta. Tapi kalo di dunia nyata?

Lelah. Tipe yang melelahkan. Aku pribadi sebagai cewek, bisa jadi tahan-tahan saja, sabar menanti tipe seperti itu untuk melunak, membuka diri, menyembuhkan hati. Tapi prosesnya akan sangat lama. Dan berliku. Dan melelahkan. Sesuatu yang bukan nggak mungkin akan membuat berhenti di tengah prosesnya. Dibutuhkan kesabaran untuk meladeni segala yang berputar pada dirinya. Namun melelahkan.

Lelah bukan berarti nggak paham. Paham, mengerti. Pemahaman atas segala luka yang membuatnya rapuh, pengertian atas segala sikapnya yang ajaib, semuanya bisa dicerna dengan baik oleh hati dan pikiran. Hanya saja, sampai kapan?

Dalih trauma takkan bisa selamanya jadi alasan untuk bertingkah bad. Kesabaran nggak selamanya menetap. Kecuali jika keduanya sama-sama berusaha, itu hanya akan menjadi interaksi yang melelahkan.

Yang satu lelah karena nggak merasa dapat mengerti.

Yang lain lelah karena merasa usahanya tak dihargai.

Pada akhirnya? Entahlah.

No comments: