Pages

Wednesday, September 23, 2015

Ini (Benar-Benar) Yang Terakhir

Aku harus membuat laporannya, yang sekaligus menjadi penegasan bahwa ini benar-benar yang terakhir kalinya. Meski laporan ini sedikit terlambat disusun (lebih dari sebulan setelahnya), tak mengapa. Karena ada tahapan yang harus dilewati hingga benar-benar merasakan kedamaian.

Benar.

Aku, pada akhirnya, jauh sebelum tulisan ini muncul... Telah sampai pada tingkat kedamaian yang selama ini aku harapkan.

*

Entah apa yang memotivasi dirimu pagi itu, aku tak pernah tahu. Yang kutahu pasti, aku sangat bersyukur karena akhirnya kamu bersedia muncul. Terlepas dari apapun yang kamu ucapkan di saat kemunculanmu itu, berkali-kali aku ingin sekali mengucapkan, "Terima kasih, karena akhirnya kamu menghubungiku untuk pertama kalinya."

Walau saat terakhir kali aku mengontakmu, kutetapkan hati bahwa itu adalah kali terakhir aku berusaha meminta maaf, tapi kemunculanmu ini adalah suatu kesempatan yang tidak dapat kusia-siakan begitu saja. Maka, di hari itu, aku sedikit melanggar ketetapan hatiku.

Sekali lagi, aku akan menerormu, bertubi-tubi, namun cukup di hari itu saja.

Meskipun, hingga detik ini, percakapan kita di hari itu ialah tanpa hasil. Aku, sama sekali tidak bisa mendapatkan jawaban dari semua rasa penasaranku terhadap sikapmu selama ini. Tapi tak mengapa. Aku sudah bisa menebaknya (walau sempat uring-uringan sedikit), dan aku sudah mengikhlaskannya.

Karena aku tahu. Sampai kapanpun, hatimu tak akan cukup lapang untuk menjawab itu semua.

Setidaknya, percakapan kita berakhir dengan baik-baik saja, terlepas dari tanya tanpa jawab yang kulontarkan. Sesaat, hanya sesaat, percakapan kita terjalin dengan sangat normal. Kamu harus tahu betapa aku sangat mensyukuri setiap detik yang terlewat demi percakapan itu terjadi :')

Seiring dengan terbangnya pesawat sukhoi itu ke arahmu, lunas sudah semua hutang. Apa yang ingin kuberi, semuanya sudah terkirim. Apa yang ingin kukatakan, semuanya sudah disampaikan. Karena ini, benar-benar yang terakhir kalinya. Kegiatan teror-meneror ini sudah berakhir. Sempurna. Selanjutnya?

As you said, "The truth is hurt, but it heals," maka damailah. Nanti ketika kamu sudah sembuh seutuhnya, lakukan seperti yang kulakukan saat ini ya: mengenangmu dengan hati ringan, dengan senyuman.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sayonara

No comments: